SUMEDANG, (PRLM) |Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang, tahun 2016 ini akan membuka lahan tumpangsari di kawasan hutan untuk dimanfaatkan oleh para petani Masyarakat Desa Hutan (MDH) binaan Perhutani. Pembukaan lahan tumpangsari tersebut seluas 1.200 hektare dari total luas kawasan hutan Perhutani KPH Sumedang 37.500 hektare.

“Pembukaan lahan tumpangsari ini, sebagai wujud Perum Perhutani KPH Sumedang ikut andil dalam membantu program ketahanan pangan nasional,” kata Kaur Humas Perum Perhutani KPH Sumedang, Nana Priatna ketika ditemui di kantornya, Selasa (12/1/2016).
Menurut dia, pembukaan lahan tumpangsari seluas 1.200 hektare itu, tersebar di setiap wilayah kawasan hutan. Bahkan lokasi lahannya berbeda dengan lahan tumpangsari tahun 2015 seluas 1.500 hektare. Dengan pembukaan lahan tumpangsari tahun ini seluas 1.200 hektare, sehingga total pembukaan lahan tumpangsari dari tahun 2015 lalu sudah mencapai seluas 2.700 hektare.
“Jenis tanaman tumpangsarinya disesuaikan dengan komoditas unggulan daerah setempat, bisa padi, jagung, kacang tanah dan kedelai. Lahan tumpangsarinya di sela-sela jalur tegakan kayu Perhutani yang sudah dipanen (ditebang). Pemanfaatan lahan tumpangsari rata-rata bisa mencapai tiga tahun atau sebelum tanaman kayu Perhutani menutupi lahan tumpangsari,” tutur Nana.
Hasil panen tumpangsari, lanjut dia, mutlak milik para petani MDH, tanpa harus menyewa lahan atau pun bagi hasil. Hasil panen tersebut untuk menambah pendapatan mereka. Tak hanya pemanfaatan lahan hutan dan keuntungan hasil panen saja, para petani pun diberikan upah dari pekerjaan sampingan, seperti memikul bibit kayu dan membantu menanamnya. Bahkan kompos yang dibuat petani akan dibeli oleh Perhutani.
Di tempat yang sama, Ketua Poktan “Berdikari” Rohendi alias Dewa (48) mengatakan, menanam kopi di bawah tegakan pohon pinus Perhutani, ternyata lebih subur dibanding di lahan terbuka. Bahkan menanam kopi di bawah tegakan pohon, jarang terserang hama. Karena tanahnya subur dan minim hama sehingga hasil panennya pun cukup menggembirakan.
“Kami ikut PLDT di kawasan hutan lindung Manglayang, dengan menanam jenis kopi arabika. Sampai sekarang, pemanfaatan lahannya sudah mencapai 15 hektare dengan 6.000 pohon kopi. Bahkan ketinggian di Manglayang sangat ideal 1.400 meter di bawah permukaan laut bisa bisa menghasilkan kualitas biji kopi terbaik,” ujar Dewa.
Dikatakan, hasil panen kopinya sudah dipasarkan ke eksportir Sunda Hejo di Garut dan tahap penjajakan ke eksportir Javanero di Jakarta. Hanya saja, karena keterbatasan permodalan, peralatan dan bibit sehingga Poktan “Berdikari” belum bisa mengolah kopi pascapanen. Selama ini, hasil panen kopi yang dipasarkan baru berupa biji kopi gabah basah. Padahal, jika panen kopinya diolah lagi hingga menjadi biji gabah kering apalagi berupa bubuk kopi dalam kemasan, harganya lebih mahal dan sangat menguntungkan. (Adang Jukardi/A-88)***

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2016/01/13/356880/perhutani-akan-buka-1200-ha-lahan-tumpangsari