PIKIRAN RAKYAT (28/08/2018) | Perum Perhutani Mencatatkan Perolehan laba pada semester I/2018 sebesar Rp469 miliar atau tumbuh 63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan laba ini sejalan perolehan pendapatan perusahaan yang tumbuh 26% atau sebesar Rp 1,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sebelumnya, Perhutani mencatatkan perolehan laba pada tahun 2017 sebesar Rp 406 miliar atau terus tumbuh dibandingkan dengan 2016 yang mencatat kerugian Rp 357 miliar.

Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna di Jakarta, Senin (27/8/2018), menyatakan, perusahaan secara konsisten mulai mencatatkan perbaikan kinerja yang didukung oleh uapay restrukturisasi perusahaan yang mulai diterapkan pada kuartal akhir 2016.

Restrukturisasi dilakukan dengan menerapkan program Cost Reduction Program (CRP) secara konsisten yang berfokus pada biaya overhead, dan system problem identification correctives action (PICA) sebagai alat bantu manajemen yang diaplikasikan pada seluruh tingkat organisasidari kantor pusat sampai Kesatuan Pangkuan Hutan (KPH).

“Ini dilanjutkan transformasi bisnis pada tahun 2017 dengan melakukan perubahan stuktur organisasi menjadi lebih ramping dan menerapkan business process reengineering(BPR),” ujarnya.

Dia menjelaskan, untuk meningkatkan quality, speed, dan cost (efisiensi biaya) secara terukur dan dilakukan perbaikan secara terus menerus. Hasil BPR tersebut termasuk terciptannya rebranding  wisata canopy pada 2 lokasi percontohan yaitu Kawah Putih di Ciwidey dan Banyunget di Trenggalek yang telah berhasil memberikan kontribusi dalam peningkatan laba tahun 2017.

Dengan mulai membainya kondisi keuangan perusahaan, jelasnya, untuk dapat mendorong pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan, perusahaan telah menganggarkan belanja modal (capex) tahun 2018 sekitar Rp 800 miliar.

“Selain untuk revitalisasi pabrik dalam memperkuat eksistensi perusahaan di hilir pada tingkat global termasuk industri kayu, minyak kayu putih dan madu serta permbangunan rest area, alokasi yang besar juga diberikan untuk penanaman hamper 30.00 hektare pohon dalam mempercepat penutupan lahan antara lain kayu jati jenis klon JPP (Jati Plus Perhutani) dan pinus bocor getah.” Jelas Denaldy.

Kedua jenis pohon tersebut, lanjutan, merupakan hasil terobosan temuan Perhutani dengan hasil hasil kualitas yang baik serta daur yang jauh lebih pendek. Untuk dapat menghitung potensi tegakan pohon yang lebih akurat dan tepat waktu serta dapat meningkatkan pengamanan tegakan secara efisien, perusahaan telah mulai menggunakan fixed wing drone dengan teknologi yang paling mutakhir.

Dalam memenuhi kebutuhan bioenergy sebagai sumber bahan baku listrik masa depan yang terus meningkat, perusahaan sedang memfinalisasi master plan dalam mengembangkan tanaman biomassa sampai dengan 200.000 hectare dengan menggandeng investor antara lain dari jepang dan korea.

“Rencana pengembangan ini didasari dari berhasilnya percontohan tanaman biomassa yang dilakukan sejak tahun 2014. Perusahaan juga akan menggunakan bioenergi dalam mengelola  world class ecopark yang masih dalam proses penyusunan studi kelayakan,” kata Denaldy.

Sumber : Pikiran Rakyat, hal. 17

Tanggal : 28 Agustus 2018