KEDU UTARA, PERHUTANI (19/06/2025) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara menunjukkan komitmennya dalam mendukung kearifan lokal masyarakat sekitar hutan melalui partisipasi aktif dalam tradisi Wiwit Kopi yang digelar oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Asri Desa Kertosari pada Rabu (18/06).
Kegiatan Wiwit Kopi merupakan upacara adat sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas dimulainya musim panen kopi. Tradisi ini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Kertosari, khususnya bagi mereka yang bermitra dengan Perhutani dalam pemanfaatan lahan hutan.
Administratur KPH Kedu Utara, Maria Endah Ambarwati, menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada LMDH Wana Asri Desa Kertosari sebagai penyelenggara kegiatan, serta kepada Bupati Temanggung, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) yang telah mendukung pengembangan budidaya kopi di wilayah Temanggung.
“Kerja sama penanaman kopi di Desa Kertosari ini merupakan contoh ideal pengelolaan hutan lestari, karena hutan dapat berfungsi sebagai penyangga ekosistem sekaligus menopang ekonomi masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Dengan dukungan berbagai pihak, Perhutani berharap tradisi Wiwit Kopi tidak hanya menjadi simbol budaya lokal, tetapi juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya serta memperkuat posisi kopi hutan Temanggung di tingkat nasional hingga internasional.
Sementara itu, Bupati Temanggung, Agus, dalam sambutannya menyampaikan bahwa wiwit dalam tradisi Jawa bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah bentuk kearifan lokal yang menjadi ungkapan syukur masyarakat kepada Sang Pencipta sebelum memulai panen.
“Dalam konteks hari ini, wiwit menjadi momentum penting bagi kita semua untuk tidak hanya bersyukur atas hasil bumi, tetapi juga merenungkan perjuangan, semangat, dan harapan yang tumbuh dari tanah Temanggung,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kopi Temanggung bukan lagi sekadar komoditas, melainkan telah menjadi identitas, kebanggaan, dan simbol ketekunan para petani. “Biji-biji kopi yang tumbuh di lereng Sumbing dan Sindoro tidak hanya harum saat diseduh, tetapi juga harum namanya di pasar nasional hingga mancanegara,” tambahnya.
Namun, lanjutnya, di balik harum aroma kopi terdapat keringat dan perjuangan para petani, mulai dari proses tanam, pemetikan, hingga pengolahan menjadi secangkir kopi berkualitas. “Karena itulah, Pemerintah Daerah berkewajiban hadir dan memastikan bahwa para petani tidak berjalan sendiri,” tutupnya. (Kom-PHT/Kdu/Eko)
Editor: Tri
Copyright © 2025