DUTAonline, SURABAYA – Perum Perhutani Jawa Timur nampaknya semakin serius menggarap potensi pendapatan lain di luar kayu. Mereka mengoptimalkan hutan yang dimiliki selain untuk menghasilkan kayu juga untuk bisnis lain yakni wisata.
Seperti diketahui, saat ini banyak lokasi hutan yang dimiliki Perum Perhutani Jatim yang juga difungsikan untuk wisata. Misalnya Kakek Bodo, Sumberboto, Grajagan Banyuwangi, Pasir Putih Situbondo dan yang terkenal Tanjung Papuma Jember.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Perum Perhutani Jatim, Avid Rollick mengatakan obyek wisata yang dimiliki Perum Perhutani memang menjadi daya tarik wisatawan. Apalagi, obyek wisata itu memang memiliki nilai lebih yang bukan sekadar hutam jati atau pinus.
“Perekonomian berkembang, masyarakat mulai mencari alternative untuk melepas penat, refresing. Nampaknya wisata yang dimiliki Perhutani ini memiliki kriteria tempat wisata yang dicari masyarakat,” ujarnya, Senin (16/9).
Perfum Perhutani sendiri, memiliki 28 titik lokasi hutan. Memang diakui Avid tidak semua berpotensi untuk dijadikan obyek wisata. “Tapi yang bisa ini kita akan maksimalkan penggarapannya,” tuturnya.
Walau diakui Avid tidak gampang untuk bisa mengelola obyek wisata. Apalagi, terkadang lokasi hutan milik Perhutani lokasinya cukup terpencil. Akses dan infrastruktur jalan menjadi kendala utama. “Kalau kita mau membuat tempat wisata terkadang modalnya besar untuk infrastrukturnya terlebih dulu, agar pengunjungnya juga nyaman menuju tempat itu. Masalahnya modalnya itu besar,” jelasnya.
Namun ke depan, Perhutani akan tetap meningkatkan jumlah obyek wisata yang dimiliki. Apalagi kontribusi terhadap pemasukan, dari bisnis ini mencapai 15 persen. Dari tahun ke tahun, diharapkan akan terus mengalami pertumbuhan.
Apalagi diakui Avid, Perum Perhutani Jatim tidak lagi bisa menggantungkan pada core bisnis utama yakni kayu. Kayu yang dulu memegang peran penting hampir 80 persen dari total seluruh bisnis Perhutani Jatim, kini berangsur mulai berkurang.
Sekarang, kayu hanya tersisa 60 persen sedangkan 40 persen sisanya di bidang lain termasuk wisata. “Ke depan akan terbalik, 40 persen kayu dan 60 persen bisnis lainnya,” ungkapnya.
Untuk terus bergerak di bidang kayu, terus terang sebuah tantangan tersendiri bagi Perum Perhutani. Apalagi, semakin banyak para pecinta lingkungan yang melarang penebangan kayu.
Inilah, tantangan Perhutani untuk terus bergerak mencari peluang bisnis baru. Cara lain yang dilakukan adalah mengolah hasil kayu dengan mendirikan pabrik pengolahan. Langkah ini diakui untuk mencari harga jual yang lebih tinggi dibanding dijual utuh. Jika dulu hampir 70 persen hasil kayu dijual dalam bentuk log atau gelondongan sekarang sudah diolah.
Perhutani sendiri pada 2013 ini menargetkan bisa mencapai produksi kayu sebesar 464 ribu m3, dan realisasi hingga Agustus 2013 mencapai 353.807 m3. Sedangkan pada 2012 lalu sebesar 447 ribu m3. Dari jumlah itu, 47 205.700 ribu kayu jati dan 267 ribu m3 kayu non jati. (end)
Dutaonline.com | 17 September 2013 | 09.11 WIB