Surabaya (antarajatim.com) – Perhutani bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur optimistis dapat melakukan percepatan penyelesaian konflik lahan di provinsi ini karena merealisasi perjanjian kerja sama di bidang hukum perdata dan Tata Usaha Negara.

“Saat ini, terdapat 39.989,71 hektare lahan hutan Perhutani Jatim dalam masalah tenurial (konflik lahan) atau sekitar 3,5 persen dari luas hutan yang kami kelola,” kata Kepala Perum Perhutani Unit II Jatim Bambang Buhdiarto, ditemui dalam Penandatanganan Kerja Sama Pengamanan Hutan antara Perum Perhutani Unit II Jatim dengan Kejati Jatim di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, dalam pelaksanaan tugas mengelola kawasan hutan di Pulau Jawa, pihaknya kerap bersinggungan dengan masalah hukum, terutama konflik lahan.

“Contoh, pendudukan hutan negara oleh masyarakat, penggarapan lahan ilegal, dan penambangan pasir besi ilegal di KPH Lumajang,” ujarnya.

Ia meyakini, dengan kerja sama itu Perhutani dapat mendorong percepatan penyelesaian konflik tenurial, meminimalkan, dan menekan laju permasalahan di kawasan hutan.

“Untuk itu, kami selalu mengutamakan komunikasi sosial yang kontruktif, sehingga mewujudkan eksistensinya sebagai aset negara. Bahkan, dalam sistem pengamanan hutan kami tidak lagi menggunakan senjata api,” paparnya.

Apalagi, tambah dia, Perhutani Jatim mengelola kawasan hutan 1,1 juta hektare. Dari angka tersebut sebanyak 816 ribu di antaranya merupakan hutan produksi dan 314 ribu hektare hutan lindung.

“Dalam mengelola kawasan hutan sebagai sebuah sistem ekologi, kami menghadapi berbagai permasalahan sosial terkait kebutuhan lahan dan pangan yang kian meningkat,” tuturnya.

Di samping itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim, Palty Simanjutak mengemukakan, tujuan diadakannya kerja sama itu dapat menyelesaikan masalah hukum perdata dan Tata Usaha Negara, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang melibatkan Perhutani.

“Kerja sama ini meliputi kegiatan bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya di Jatim,” ucapnya.

Ia melanjutkan, perjanjian kerja sama tersebut merupakan wujud kesadaran BUMN untuk mendapatkan kepastian hukum. Apalagi, kini masyarakat sudah mempunyai pengetahuan lebih tentang penegakan hukum.

“Dengan upaya ini, kami harap tidak ada lagi kesalahan penegakan hukum yang diberikan,” katanya.(*)