Perum Perhutani melakukan ekspor perdana air minum dalam kemasan (AMDK) untuk pasar Iepang, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang kehutanan ini telah mengembangkan industri AMDK sejak tahun 2006 silam.
“Ekspor ini merupakan yang pertama kali bagi Indonesia. Ini ekspor perdana kami untuk produk non-kayu. Selama ini kan kami ekspor kayu terus, ternyata ada juga produk non kayu yang bisa diekspor,” kata Direktur Utama Perum Perhutani, Bambang Sukmananto, disela pelepasan ekspor perdana AMDK di Bogor, Sabtu (9/9).
Bambang mengungkap, pada tahap awal, pengiriman AMDK sekitar 2-5 kontainer tiap bulan dan akan terus meningkat. “Kami memperoleh kontrak tiga tahun dengan pengiriman mencapai 8 juta botol per bulan,” tuturnya.
Sebenarnya, sambung Bambang, pihak Jepang meminta Perhutani mengirim 10 juta botol per bulan dengan nilai Rp 9,58 miliar. Namun jumlah tersebut belum bisa dipenuhi karena keterbatasan produksi. Sampai kini total produksi AMDK Perhutani baru mencapai 8-9 juta liter, termasuk untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri.
Bambang menyebut, volume ekspor ke Jepang baru sekitar 10 % dari total produksi perusahaan. Namun, secara bertahap Perhutani akan meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Dia mengutarakan, keberhasilan menembus pasar Jepang ini menjadi satu prestasi tersendiri karena menembus pasar Jepang yang mensyaratkan kualitas barang yang tinggi memang tidak mudah. Hingga kini, baru produk AMDK dari Kanada dan Korea Selatan saja yang bisa masuk ke pasar negara itu.
Bambang menuturkan, air minum dalam kemasan ini merupakan salah satu potensi pengembangan pendapatan negara sektor kehutanan untuk hasil non kayu. Perhutani telah menanamkan investasi sebesar Rp 5 miliar untuk mengembangkan industri AMDK.
Minat Jepang mengimpor air, imbuh Bambang, bermula ketika masyarakat Jepang membutuhkan air minum kemasan dalam jumlah besar dengan kondisi pasca tsunami tahun lalu.
Kemudian tim Jepang menjajaki beberapa negara seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia. Namun tidak semua air kemasan memenuhi standar yang dipatok Jepang, di antaranya karena tidak memenuhi standar TDS di bawah 60.
“Akhirnya tim kontrol kualitas dari negara itu menyetujui penandatanganan kontrak pembelian AMDK Perum Perhutani sebagai satu-satunya air kemasan dari Indonesia yang memenuhi standar dan persyaratan,” kata dia.
Saat ini, dalam kawasan hutan seluas 2,4 juta hektar yang dikuasai Perhutani, terdapat 772 titik mata air berdebit tinggi dan 327 air terjun. Sementara di Jawa Barat dan Banten, terdapat 618 sumber mata air.
“Untuk pabrik AMDK sumber mata airnya berasal dari wilayah hutan sekitar Cikeas, Bojongkoneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor,” jelas Bambang.
Dalam ekspor AMOK ke Jepang itu, Perhutani bekerjasama dengan PT Classic Internasional Indonesia. Perusahaan ini yang memiliki jaringan pemasaran di Jepang.
Pimpinan PT Classic Internasional Indonesia, Katsuhito Segawa, optimis masyarakat Jepang menyukai produk air perhutani karena pertimbangan soal mutu.
“Perhutani punya air bagus karena memiliki sumber mata air yang bagus. Sumber airnya alami, bebas kandungan Fe, bebas pemutih, PH bagus dan TOS bagus” katanya.
Untuk tahap awal, lanjut Segawa, ekspor untuk Jepang baru sebesar 1 juta botol. Selanjutnya secara bertahap, ekspor AMDK akan mencapai 3 juta botal. Pada ekspor perdana ini, air minum yang dikirim sebanvak 21.500 liter.
Menurutnya, setelah bekerjasama dalam bisnis AMDK, Classic akan bekerja sama dengan Perhutani dalam bisnis kopi, madu, sampai ke bio solar seperti biji jarak. Karena pasar di Jepang sangat membutuhkan itu.
Saat ini, konsumsi air minum kemasan terus meningkat. Pada tahun 2001, konsumsi air baru sebesar 5,4 miliar liter. Namun pada tahun 2002 meningkat hingga 30% menjadi 7,1 miliar liter.
Pada tahun 2005-2010, kebutuhan air minum kemasan diperkirakan mencapai 10-12,5 miliar liter. Di Indonesia sendiri, sekarang ini beredar sebanyak 400an merek air minum kemasan yang terdaftar resmi.
Nama Media : HARIAN NERACA
Tanggal : Senin, 12 September 2011, Hal. 10
Penulis : kam
TONE : POSITIVE