Tidak heran jika volume impor kedelai terus meningkat, karena sebagian besar petani tidak lagi berminat menanam kedelai. Alasan mereka lebih memilih menanam. Jagung karena lebih menguntungkan. Seperti diketahui, volume impor kedelai berkisar 1-1,5 juta ton setiap tahun. Sementara produksi kedelai stagnan di kisaran 700.000- 800.000 ton per tahun. Padahal kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton per tahun.

Salah satu petani penggarap lahan Perum Perhutani di Desa Sidomulyo, Martojo mengatakan, petani di daerahnya sudah tidak menanam kedelai lagi sejak 2003 – 2011, atau sekitar 8 tahun lalu. “Mulai 2003 kami lepas dari kedelai, karena hasilnya lebih banyak jagung, seperti jagung hibrida, “ujarnya, saat Gelar Teknologi Kedelai di Kawasan Rutan, Senin (9/1) kemarin.

Martojo menuturkan, biaya perawatan kedelai lebih mahal dibandingkan dengan jagung, seperti obat – obatan dan lainnya. Namun, bukan hanya persoalan biaya perawatan saja yang membuat petani enggan menanam kedelai, tetapi pendapatan Jagung juga lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai.

Dia menjelaskan produktivitas jagung hibrida mencapai 10 ton per ha dengan harga Rp 2.000 per kg, sehingga petani memperoleh Rp 20 juta. Sebelum menggunakan benih hibrida, katanya, produktivitas jagung hanya 2 ton per ha. “Sebelum 2003, satu ha hanya menghasilkan kurang dari 1 ton jagung. Setelah 2003 karena jagung naik tinggi, petani tidak lagi menanam kedelai, “ujarnya.

Sementara itu, produktivitas kedelai hanya 1 ton per hektare. Jika harga kedelai Rp 6.000 per kg, maka petani memperoleh Rp 6 juta. Selisih jumlah yang cukup besar. Hal itu, katanya, membuat petani enggan menanam kedelai, lebih memilih jagung yang memberikan hasil jauh lebih besar.

Kalah Bersaing
Persoalan yang lain adalah, kedelai lokal kalah bersaing di pasar dalam negeri karena harganya lebih mahal dari kedelai impor. Menteri Pertanian Suswono, menilai perlu ada bantuan dari pemerintah agar biaya produksi turun, sehingga secara bertahap harga bisa bersaing dengan kedelai impor. “Selama ini problemnya karena kedelai impor harganya murah. Petani baru menikmati harga Rp 7.000jkg, harga kedelai impor euma Rp 4.500/ kg, “ujar Suswono.

Dia mengakui telah mengimbau importir agar tidak terlalu senang dengan impor. Importir, katanya, ikut membantu petani, sehingga terjadi kondisi yang saling menguntungkan. Menurut Suswono, bea masuk impor kedelai naik 5% dari 0% diharapkan terjadi selisih harga kedelai impor dengan kedelai lokal semakin keeil. Selain itu perlu kebijakan insentif, subsidi, harga dan tata niaga kedelai.

Menurutnya, produksi kedelai pada 1992 mencapai 1,7 juta ton dengan luas area 1,7 juta ha. Namun, sejak 1992 produksi kedelai terus menurun, sehingga tidak mencukupi kebutuhan di Tanah Air yang terus meningkat. BPS mencatat produksi kedelai tahun lalu (berdasarkan angka ramalan III/2011) turun 4,08% menjadi 870.070 ton dibandingkan dengan produksi 2010 sebanyak 907.031 ton. Penurunan produksi kedelai mendorong peningkatan impor komoditas itu pada 2011 naik 7,14% menjadi 1,4juta ton. dibandingkan dengan tahun sebelumnya 1,3 juta ton.

Kementerian Pertanian juga merevisi target produksi kedelai tahun ini menjadi 1,3 juta ton turun dibandingkan dengan target sebelumnya 1,9 juta ton, karena penambahan lahan pada tahun ini diperkirakan hanya 80.000 ha. Target produksi kedelai pada tahun ini hanya 1,3 juta ton. Target penambahan areal kedelai 500.000 hektare pada tahun lalu tidak terealisasi, sehingga produksi turun.

Langkah terobosan untuk menggenjot produksi kedelai, Kementan menggandeng Perum Perhutani (Persero), sehingga petani dapat menanam kedelai di kawasan hutan jati dengan cara tumpang sari. Luas hutan yang dikelola Perum Perhutani di Jawa mencapai 2,4 juta ha terdiri dari 1,6 juta ha hutan produksi. Dia mengharapkan 25% hutan produksi itu atau sekitar 400.000 ha dapat dimanfaatkan petani untuk menanam tanaman pangan. Jika 200.000 ha itu dimanfaatkan untuk tanaman kedelai dengan panen dua kali, sehingga luas panen 400.000 ha dan produktivitas 2 ton per ha, maka akan menghasilkan tambahan produksi kedelai tahun ini 800.000 ton .• bio

Surabaya Post:: Selasa, 10 Januari 2012 Hal. 4