Pusat rehabilitasi bagi hewan primata dilindungi diresmikan hasil kerja sama antara Kementerian Kehutanan dengan Yayasan Aspinal (Aspinal Foundation).
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori di Ciwidey, Jawa Barat, Selasa (13/9) mengatakan, primata saat ini makin sedikit. Karena itu, sarana konservasi bagi mereka sangat diperlukan agar salah satu bagian dari ekosistem ini tetap terjaga.
“Seperti yang ada di Ciwidey ini,” katanya. Hingga saat ini hutan dunia sebagai habitat hewan ini terus mengalami penurunan. Tidak tanggung tanggung, setiap tahun sekitar 6 juta hektare hutan dunia beralih fungsi karena berbagai kemajuan dan peradaban manusia. Hingga kini, kawasan hutan dunia mengalami alih fungsi sekiar 6 juta hektere per tahun. Penurunan ini dipicu perdagangan hasil berbagai komoditas pada hutan dunia,” ujar dia.
Untuk menciptakan sarana konservasi ini, negara masih mengalami keterbatasan anggaran. Untuk itu, peran lembaga swadaya masyarakat baik dalam maupun luar negeri sangat diperlukan. “Anggaran kita untuk konservasi masih pada posisi terendah di dunia, hanya US$3 4 per hektare, Malaysia yang bersebelahan dengan Indonesia mencapai kisaran US$ 20 per hektare.”
Direktur Aspinal Foundation Indonesia, Made Wedana mengatakan, mengucurkan Rp 2 miliar guna membangun sarana konservasi di Ciwidey itu. Dana ini lebih banyak bagi pembangunan sarana fisika “Anggaran untuk program ini bersifat fleksibel, sesuai kebutuhan. Yang sudah kami keluarkan hingga kini sekitar R 2 miliar.”
Made menjamin, yayasan tidak memiliki maksud atau pun niat buruk dalam menjalankan organisasi nirlaba ini. “Kami sudah terdaftar di Sekretariat Negara dan resmi di Indonesia. Kita sudah berkomitmen program-program yang kami jalankan bersifat komprehensif dan tidak akan tiba-tiba berhenti.”
Made mengungkapkan, untuk lokasi ini, dari tujuh pekerja, lima merupakan masyarakat sekitar. Hal ini agar pekerja mampu memberikan penyadaran kepada penduduk lain agar ikut serta menjaga ekosistem.
Kepala Unit III Jawa Barat Perum Perhutani, Bambang Setiabudi mengatakan, pengelolaan hutan beserta seluruh isi harus terintegrasi dan berkelanjutan. Cara ini bisa memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat khusus di sekitar hutan itu. “Keberadaan kawasan hutan pegunungan menjadi sangat penting. Pengelolaan berkelanjutan dan sinergi dengan aspek wisata dan konservasi. Juga upaya pendataan potensi alam. Juga potensi biodiversity,” ucap Bambang.
Jika hutan terjaga, kekayaan negara itu akan menjadi sumber pengetahuan bagi para pencari ilmu terutama akademtsi, “Tujuan lain penyelamatan primata hasil sitaan. Juga pusat kegiatan pendidikan bagi masyarakat dan progran wisata edukasi.”
Nama Media : JURNAL NASIONAL
Tanggal : Kamis, 15 September 2011/h. 9
Penulis : Yogyo Susaptovono
TONE : NETRAL