Seiring dengan bertambahnya jumlah manusia yang ada di bumi, semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Akibat semakin meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya, bertambah pula limbah atau sampah yang dihasilkan.

Di Indonesia, volume sampah mengalami peningkatan seiring pertambahan penduduk. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, volume sampah pada 2010 ada 200 ribu ton per hari dan pada 2012 ada 490 ribu ton per hari atau total 178,85 juta ton setahun. Dari total sampah tersebut lebih dari 50% adalah sampah rumah tangga.

Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup pula, pada 2012 rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan limbah atau sampah sekitar 2 kilogram (kg) per orang per hari. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diperkirakan berapa banyak volume sampah yang dihasilkan oleh suatu kota setiap hari dengan mengalikan jumlah penduduknya dengan 2 kg per orang per hari.

Menteri Lingkungan Hidup Balthazar Kambuaya khawatir atas peningkatan sampah hasil konsumsi makanan (food waste) tersebut. Apalagi, sampah itu akan menjadi ancaman bagi peningkatan gas rumah kaca, pemanasan global, dan perubahan iklim. Itu belum termasuk limbah yang diproduksi oleh industri.

Semakin banyak limbah berarti semakin besar pemborosan. Pertama, pemborosan sumber daya alam dalam proses produksi seperti air. Kedua, pemborosan bahan kimia semisal pupuk dan pestisida. Ketiga, pemborosan bahan bakar dalam transportasi dan pendistribusian.

Semakin banyak limbah makanan yang terbuang juga akan menghasilkan metana yang semakin banyak dalam proses pembusukannya. Padahal, metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global.

“Persoalan lingkungan tidak dapat dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, namun sangat terkait dengan perilaku manusia terutama dalam memenuhi kebutuhannya,” ujar Balthazar.

Perusahaan Tambang

Pola konsumsi masyarakat yang sehat, turut berperan dalam penyelamatan lingkungan di planet Bumi. Ini sesuai dengan tema Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2013, yaitu “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi untuk Selamatkan Lingkungan”. Tema ini juga selaras dengan tema peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia: “Think.Eat.Save”

Perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi (migas) serta mineral dan batubara (minerba) sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam menjaga kelestarian lingkungan planet Bumi, juga memiliki andil besar dalam membentuk kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang ramah lingkungan. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di sektor migas dan minerba banyak yang membidik sektor pangan dan kesehatan. Karena di sinilah sebenarnya persoalan krusial penyelamatan lingkungan berawal.

Beragam program CSR dilaksanakan perusahaan migas dan minerba terkait pemberdayaan pangan untuk masyarakat di sekitar lokasi tambang masing-masing. PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) misalnya ikut mengusung program budidaya padi melalui Gerakan Peningkatan Produktivitas Pertanian Berbasis Korporasi (GP3K) bekerja sama dengan BUMN lain di bidang pertanian seperti PT Sang Hyang Seri, PT Pertani, dan Perhutani. Juga ada kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara untuk budidaya tebu/gula dan PT Garam untuk budidaya garam. “Melalui kegiatan ini produksi pangan dapat ditingkatkan dan mampu mengurangi masuknya produk impor dan semakin mendorong konsumsi produk-produk di dalam negeri,” ujar Heri Yusup, Corporate Secretary Perusahaan Gas Negara.

Hal serupa dilakukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yaitu dengan membina petani melalui program ketahanan pangan seperti petani padi dengan metode padi SRI organik selain meningkatkan produksi yang ramah lingkungan. Perusahaan juga menyinergikan program GP3K dengan PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani.

Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan Bukit Asam, mengatakan Bukit Asam ikut membentu menyediakan pangan dan menyadarkan masyarakat sekitar tambang akan arti penting perlilaku dan konsumsi masyarakat. Tugas yang dilaksanakan antara lain melakukan pelatihan tentang manajemen jasa boga untuk mitra binaan anggota Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) termasuk di dalamnya tentang penyediaan pangan yang ramah lingkungan, baik itu cara pengolahan maupun kemasannya. “Kami juga ada ada pelatihan mengenai pengelolaan ampas tahu yang selama ini hanya dibuang bisa dijadikan nilai tambang seperti limbah air tahun bisa jadi nata de soya, ampasnya untuk kerupuk,” ujarnya.

Program CSR di sektor ketahanan pangan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga hampir mirik. Perusahaan membina dan mengembangkan pengembangan pangan lokal, antara lain sagu di Maluku Utara. Tri Hartono, Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang, mengatakan sagu sebagai makanan asli wilayah tersebut dapat dipertahankan dan dikembangkan.

“Untuk membangu program ketahanan pangan nasional, kami juga mengembangkan metode penanaman padi melalui System of Rice Intensification (SRI) di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara,” uajrnya.

Sumber   :  Indonesia Finance Today Hal. : 10-11

Tanggal  :  5 Juni 2013