RANDUBLATUNG – Jati Plus Perhutani (JPP) yang dikembangkan oleh Perhutani menunjukkan daya tumbuh yang luar biasa di lapangan. Selain tinggi pohon tumbuh dengan cepat, juga penambahan kelilingnya yang luar biasa. Hal tersebut tergambar di Petak 53 RPH Pucung BKPH Pucung KPH Randublatung. Lokasi seluas 46,2 Ha tersebut ditanami Jati Plus Perhutani dua tahun lalu dengan pola tanam tumpang sari.
Menurut Asper KBKPH Pucung Ence Sunarya, keberhasilan tanaman yang menjadi tanggung jawabnya tersebut karena keseriusan dan ketelatenan dalam melakukan perawatan tanaman kehutanan yang mengacu pada petunjuk penanaman yang ada. “Pelaksanaan penanaman JPP memang mengacu pada buku petunjuk yang ada dan itu harus kita lakukan dengan konsekuen, mulai dari pembuatan lubang tanam, pemupukan dan pemeliharaan lain,” ujarnya. Selain itu juga selalu dilakukan monitoring lapangan secara berkala. “Memang dalam pembuatan tanaman, faktor dominan adalah ketekunan dan kepedulian petugas lapangan” imbuhnya.
Ditambahkan Ence, ada guyonan yang mengatakan bahwa keberhasilan tanaman bergantung dari seberapa dalam sepatu mandor tanam terbenam dalam lokasi tersebut, artinya semakin sering mandor melakukan evaluasi dan memonitor pekerjaanya maka akan tergambar keberhasilan tanaman dalam suatu petak tanaman, katanya. Disisi lain dengan adanya sistim tumpangsari yang ada pada petak tanaman yang ditanami dengan JPP tersebut ,secara langsung juga akan sangat berpengaruh sekali dengan keberhasilan tanaman pokok jati tambah Ence Sunarya , secara logika dengan adanya pola tumpangsari tersebut dimana para penggarap yang sudah kita plot dengan pembagian andil mereka akan menanam tanaman palawija tentunya akan melakukan penggarapan lahan secara kontinyu dan ini akan memberbaiki sturktur tanah dan aerasi tanah akan terjaga dengan baik, belum pupuk yang ditaburkan pada saat melakukan aktivitas pertanian tersebut jika terserap oleh tanah juga akan menyuburkan tanaman pokok jati dan tanaman sela kemlanding .
Dari penglihatan secara umum memang pertumbuhan tanaman pokok jati dan tanaman sela kemlanding maupun tanaman penunjang lain kelihatan subur , selain itu tanaman palawija jagung juga menampakkan pertumbuhan yang bagus , sebagian besar tanaman jagungpun telah dipanen oleh pesanggem yang tergabung dalam kelompok – kelompok dalam melakukan pemungutan hasil tanaman mereka.
“ Komoditas tanaman palawija disini yang di sukai masyarakat adalah tanaman jagung , dan tanaman ini hampir menutup sebagian besar luasan petak yang ada serta tumbuh berdapingan dengan tanaman pokok jati serta tanaman sela” kata Ence Sunarya. Pernyataan Asper KBKPH Pucung tersebut di benarkan oleh Warto ( 35 thn) dan Suharno ( 46 Th ) pesanggem yang menggarap lahan pada petak 53 tersebut , dikatakan bahwa dengan adanya pola tumpangsari ini pihaknya merasakan manfaat bekerjasama dengan Perhutani, “ Saya sebagai pesanggem merasakan keuntungann yang banyak dari adanya pola tanam tumpangsari ini karena kelompok tani di Dukuh Pucung desa banglean bisa melakukan kegiatan berupa menanam jagung pada lahan hutan, dari hasil kegiatan ini tiap 1 Ha bisa dipanen kurang lebih 10 ton jagung pipilan basah dengan harga ditempat sekitar Rp 1.750,- / Kgnya, jadi dari kegiatan ini bisa kita hasilkan Rp 17.500.000,- setalah kita potong biaya pengolahan dan lain – lain masih bisa dihasilkan sekitar Rp.3.000.00,- uang yang kita bawa pulang, dan untuk pemasaran jagung dari hutan tersebut sudah ada pembeli yang menunggu di jalan raya pinggir hutan. Katanya
Dari hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya pola kemitraan yang baik antara Perhutani dalam hal ini Petugas lapangan dengan masyarakat maka akan terjadi semacam simbiosis mutualisme di kawasan hutan sehingga yang terjadi tanaman pokok jati tumbuh baik sementara disisi lain kebutuhan pangan masyarakat tercukupi. ( HMS – RDB/ AndaN)