TASIMALAYA, PERHUTANI (25/10/2023) | Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Tasikmalaya bersama Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (BPSILHK) Ciamis menggelar Fokus Group Discussion (FGD)  Pemulihan  Ekosistem Mangrove di Ruang Rapat Kantor BPSILHK Ciamis, pada hari Selasa  (24/10).

Acara yang diinisiasi oleh  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (BPSILHK) Ciamis  tersebut dihadiri oleh Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan (PSDH) & Perhutanan Sosial KPH Tasikmalaya Amar Sukmana selaku narasumber acara,  Kepala BPSILHK Ciamis Sumitra Gunawan beserta jajaran, segenap perwakilan Bidang  Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, segenap perwakilan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah VII Jawa Barat, serta tamu undangan yang hadir lainnya.

Dalam sambutannya, Sumitra mengapresiasi terlaksananya kegiatan FGD kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove, karena ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologi, ekonomi dan sosial pada wilayah pesisir dan sekitarnya. Selain itu juga, ia pun menjelaskan bahwa  kegiatan FGD ini bertujuan untuk membangun sinergitas multipihak seperti intansi terkait dalam mengidentifikasi data dan informasi, serta isu-isu strategis permasalahan terkait pemulihan ekosistem mangrove. Hal ini dilakukan agar dapat disusun sebagai rekomendasi kebijakan dalam rangka penerapan dan penilaian standar restorasi Mangrove untuk penurunan emisi di wilayah Tasikmalaya.

Administratur KPH Tasikmalaya melalui Amar Sukmana  menjelaskan bahwa ekosistem mangrove memegang peran penting baik untuk lingkungan maupun makhluk hidup, khususnya masyarakat yang bermukim di kawasan pesisir. Selain melindungi bibir pantai, mencegah abrasi, dan intrusi laut, hutan mangrove juga menjadi habitat bagi berbagai biota laut. Biota tersebut tinggal, mencari makan, hingga melakukan pemijahan di ekosistem mangrove. Sehingga perlu adanya sinergi antar pihak dalam melakukan pengelolaan hutan mangrove demi menjaga kelestariannya.

”Tingginya angka alih fungsi lahan atau konversi hutan mangrove menjadi kawasan bukan hutan seperti tambak dan permukiman membuat pesisir pantai kehilangan ‘benteng’-nya. Abrasi dan banjir lantas dengan mudah menerjang dan menggenangi permukiman. Maka dari itu, pemahaman mengenai pentingnya keberadaan hutan mangrove perlu kita tumbuhkan bersama. Apalagi, kini ada banyak alternatif untuk berdaya secara ekonomi melalui tambak tanpa harus merusak kawasan hutan mangrove, seperti menggunakan sistem silvofishery,” jelasnya. (Kom-PHT/TSM/Irbas)

Editor : YR
Copyright©2023