Keseimbangan antara people, planet, dan profit dijaga oleh Perhutani. BUMN ini semakin percaya diri karena dipercaya oleh perbankan. BUMN harus untung. Namun, BUMN juga tak melupakan kesejahteraan masyarakat. Rumus ini juga berlaku bagi Perum Perhutani. BUMN di bidang kehutanan ini diminta pemerintah untuk membantu ketahanan pangan, khususnya menghilangkan ancaman krisis pangan di Papua.
Selain Perhutani, Kementerian BUMN juga menugaskan Inhutani untuk melaksanakan tugas ini. BUMN di bidang kehutanan ini diminta membangun pembangunan pabrik dan kebun sagu di Bumi Cendrawasih. Bambang Sukmananto, Direktur Utama Perhutani, menyatakan BUMN yang dipimpinnya siap melaksanakan tugas yang dicanangkan pemerintah tersebut. “Ini menjadi kehormatan sekaligus tantangan tersendiri buat kami,” kata Bambang. Untuk membangun pabrik sagu itu, Bambang telah mangalokasikan dana investasi Rp 50 hingga Rp 70 miliar.
Sebenarnya bukan kali ini saja Perhutani terlibat aktif dalam membantu pemerintah (masyarakat) dalam menjaga ketahanan pangan dan juga pengentasan kemiskinan. Contohnya dalam merangkul masyarakat di sekitar hutan.
Saat ini, ada 5.500 desa hutan yang dikelola Perhutani. Sejak 2005 hingga 2010, Perhutani mampu menyediakan lapangan kerja bagi 5 juta orang melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama (PHBM). Adapun di bidang ketahanan pangan, Perhutani juga mampu memproduksi 826 ribu ton berbagai jenis bahan pangan serta menyerap tenaga kerja sebanyak 676 ribu orang. “Upaya ini merupakan bagian dari tugas yang harus diemban oleh Perhutani,” ujar Bambang.
Selain program yang ditujukan kepada masyarakat, Perhutani juga tidak melupakan bidang lingkungan. Misalnya, menjaga fungsi ekologis hutan, menyediakan dana untuk menjaga kelestarian hutan lindung, juga harus berinvestasi untuk dapat menanami hutan kembali. Juga mengeluarkan biaya untuk pengamanan hutan. Ini sesuai dengan visi Perhutani yakni, menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tugas sosial dan lingkungan tersebut juga sejalan dengan tugas ekonomi yang dijalankan Perhutani. BUMN ini harus tetap mengejar profit. Tahun lalu, perusahaan plat merah ini berhasil tumbuh sekitar 12%. “Untuk BUMN berbentuk Perum, hasil tesebut sudah bagus,” kata Bambang bangga.
Sebagai gambaran, tahun 2010 Perhutani berhasil membukukan total pendapatan Rp 2,8 triliun dan mengantongi laba bersih Rp 275,8 miliar. Sementara untuk tahun ini, Perhutani mentargetkan pendapatan akan tumbuh secara konservatif yakni sekitar 15%.
Dipercaya Perbankan
Selain membangun pabrik sagu di Papua, BUMN ini akan kembali fokus untuk kembali melakukan penanaman. Sejak 1972 hingga kini Perhutani telah menanam rata-rata lebih dari 200 ribu pohon setiap tahun di Pulau Jawa Madura. Tanpa menanam Perhutani jelas tidak bisa menghasilkan apa-apa. Kayu serta sumber non kayu lainnya tidak akan ada bila tanpa ada tanaman. “Menanam pohon sudah menjadi backbone perusahaan ini,” kata Bambang. Tahun ini Bambang mentargetkan Perhutani dapat menanami lahan minimal seluas 50 ribu hektare.
Untuk mendanai semua kegiatan korporasinya pada tahun ini, Perhutani telah menyiapkan capex (capital expenditure) sekitar Rp 1 triliun. Hampir 90% capex tersebut siap dibantu oleh Bank BRI.
Memang sejak pergantian jajaran Direksi Perhutani tahun lalu, semakin banyak bank yang siap membantu BUMN ini. Selain Bank BRI, Bank BNI telah terlebih dahulu mengucurkan dananya untuk Perhutani sebesar Rp 225 miliar. Dana dari BNI tersebut digunakan untuk mengembangkan bisnis Perhutani. Di antaranya untuk penyertaan dalam kepemilikan industri furnitur berskala internasional sebesar Rp 70 miliar. Pabrik furniture ini berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.
Keperluan lainnya adalah untuk pendirian pabrik derivat gondorukem dan terpentin Rp 130 miliar yang akan direalisasikan di Malang. Lalu sekitar Rp 25 miliar akan digunakan untuk pengembangan pabrik plywood sengon di Kediri.
Diakui Bambang, saat ini banyak bank di dalam negeri yang menawarkan kerjasama dengan Perhutani. Begitu juga dengan investor dari luar negeri. Ini menandakan bahwa bisnis yang dikelola Perhutani sangat potensial. Hal ini juga ditambah lagi dengan kinerja Perhutani yang cukup bagus.
Saat ini, Perhutani mulai memasuki transformasi bisnis. Dari yang awalnya didominasi oleh bisnis kayu, kini mulai memaksimalkan potensi bisnis nonkayu. Potensi sumber daya nonkayu yang menjadi andalan Perhutani seperti air dan madu yang dikemas dalam botol. Juga getah pinus atau gondorukem yang dimanfaatkan untuk keperluan berbagai industri, seperti cat, kosmetika dan juga tinta.
Kayu sekarang memang masih menjadi core business perusahaan, kontribusinya sekitar 60%. Namun dalam jangka panjang kayu akan digantikan oleh bisnis non kayu. Alasan Bambang, zaman sudah berubah, Perhutani tidak bisa lagi selalu mengandalkan kayu sebagai bisnis utamanya, karena itu bisnis nonkayu yang dari sisi lingkungan masih undercontrol, akan dimaksimalkan.
Dalam era transformasi bisnis ini, Perhutani membutuhkan SDM yang handal. Untuk itu menejemen tengah menyiapkan segala sesuatunya agar kualitas SDM Perhutani mampu mencapai tingkat seperti yang diharapkan. Jadi, dalam setahun ini banyak hal yang akan dilakukan Perhutani untuk memperkuat internal perusahaan. Karena support dari internal perusahaan ini sangat dibutuhkan untuk mendukung langkah-langkah ekspansi bisnis yang dilakukan perusahaan.
MAJALAH BUMN TRACK :: 16 April 2012, Hal. 85-87