Ketenangan petani penggarap di kawasan hutan BKPH Sanca, Perum Perhutani KPH Indramayu terusik. Seiring muncuInya pengakuan kalau tanah yang selama ini mereka garap bukan tanah kawasan hutan tetapi tanah milik Keraton Kesepuhan Cirebon. Buntutnya di sebagian masyarakat penggarap memiliki dua surat izin menggarap atau surat hak garap (SHG) yang dikeluarkan oIeh perhutani dan keraton.
Mendapati gambaran tersebut sekira 400 petani penggarap yang tergabung dalam LMDH Wana Bhakti Lestari Desa Sanca secara tegas menolak kalau pihaknya pemah rnernbuat SHG ke pihak keraton dan melaporkan kasus tersebut ke Perum Per hutani KPH Indramayu.
Dalam siaran persnya, di Kantor KPH Indramayu akhir pekan lalu, Ketua LMDH Wana Bhakti Lestari Desa Sanca Ruhiat di dampingi Asper/Kepala BKPH Sanca Koma menyatakan, karena di kawasan hutan belakangan ini muncul oknum yang mengaku utusan dari Keraton Kesepuhan Cirebon dan langsung memasang patok/batas di kawasan dimaksud. Pihaknya langsung melaporkan kejadian tersebut ke BKPH Sanca dan diteruskan ke KPH Indramayu sekaligus membuat surat penyataan yang berisikan tiga poin dan disampaikan ke Waka Administratur Perum Perhutani KPH Indramayu Imam Widodo, S.Hut, MM.
Adapun tiga poin dimaksud adalah 1. Kami menggarap di tanah kawasan hutan negara, 2. Kami tidak pemah mengisi formulir permohonan SHG yang di bawah oleh RK Calar alias Casikin. 3. Sebagian dari kami menyerahkan foto copy KTP kepada RK Calar dikarenakan RK Calar merupakan aparat Desa Sanca, kami tidak menyangka bahwa foto copy KTP tersebut sebagai dasar untuk menerbitkan SHG yang dikeluarkan oleh Kasepuhan Cirebon.
“Kami hanya memiliki surat izin menggarap yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani KPH Indramayu. Kemudian terkait terbitnya SHG yang dikeluarkan oleh Kasepuhan Cirebon yang ditandatangani oleh PRA. Arief Natadiningrat atas objek tanah yang sarna (satu tanah memiliki dua SHG, Red) itu akibat ulah oknum perangkat desa yang memanfaatkan foto copy KTP yang dimintainya untuk dasar diterbitkannya SHG. Intinya kami tidak pemah mengajukan permohonan SHG ke pihak keraton,” tegas Ruhiat seraya meminta agar Polres Indramayu mengusut tuntas kasus tersebut.
Asper/Kepala BKPH Sanca Koma membenarkan telah terjadi pematokan batas di kawasan hutan dan mereka sudah sering diingatkan agar tidak melakukan hal tertsebut. Awalnya dituruti namun selang kemudian terjadi pernatokan lagi. “Karena mereka memaksakan kehendak untuk memasang patok di lokasi kawasan hutan petak 46g Alur AA RPH Sanca BKPH Sanca. Kami akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Polres Indramayu,” kata Koma.
Sementara itu Waka Administratur Perum Perhutani KPH Indramayu Imam Widodo, S.Hut, MM ketika dimintai tanggapannya, meski masih meragukan keabsahan mereka (oknum, Red) merupakan utusan keraton namun kasus tersebut semestinya tidak terjadi di masyarakat tetapi di meja perundingan. “Kalau mereka merniliki bukti yang kuat terkait tanah kawasan hutan yang di klaim sebagai tanah milik keraton sebaiknya dirundingkan bersama dan jangan membuat resah di tingkat masyarakat,” tandas Imam.
Ditambahkan, Perum Perhutani KPH Indramayu telah melaksanakan pembayaran pajak untuk tahun 2010 sebesar Rp1.397.191.780 untuk kawasan hutan produksi seluas 38.905,30 ha.
Nama Media : PELITA
Tanggal : Senin, 30 Mei 2011 hal 11
Penulis : Ck
TONE : NETRAL