Bisnis Indonesia, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat ikhlas menerima keputusan proyek pembangunan bandara baru di Kabupaten Karawang masuk dalam revisi rencana tata ruang wilayah nasional.

Direktur Perkotaan Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Dadang Rukmana mengatakan rencana pembangunan bandara baru itu demi kepentingan nasional sehingga perlu dukungan semua pihak termasuk pemerintah daerah.

Menurutnya, Pemprov Jabar harus mendukung proyek bandara baru karena kapasitas Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng sudah mendekati ambang batasnya. “Kalau sudah ditetapkan sebagai kepentingan nasional yang akan dimuat dalam RTRW nasional, ya Pemprov Jabar harus menerimanya. Ini kan demi kepentingan bersama,” katanya kepada Bisnis, Rabu (27/11).

Dia melanjutkan Indonesia tidak mungkin menunggu selama 5 tahun lagi guna membangun bandara baru penopang Soekarno-Hatta. Saat ini, pihaknya mengkaji kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional guna mengakomodasi rencana proyek  Bandara Karawang.

Dia menegaskan revisi RTRW bukan mengubah seluruhnya tetapi memperkuat struktur. Dadang juga memaparkan lahan bandara juga tak mengganggu lahan persawahan karena salah satu opsi lahan yang akan digunakan ialah lahan milik Perhutani di sebelah selatan. “Bukan lahan sawah yang akan digunakan sebagai bandara, ada opsi di sebelah selatan. Ini masih opsi, ada beberapa opsi juga yang lain,” ujarnya.

Pada tahap akhir, imbuhnya, RTRW nasional itu akan dikaji oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) yang dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Elemen dalam BKPRN juga mewakili la pisan pemangku kepentingan terkait dengan tata ruang. Tugas dari BKPRN di antaranya penyiapan kebijakan penataan ruang nasional, pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang, dan pemantauan pelaksanaan RTRW nasional.

TARGET 2014

Dia menuturkan Kementerian PU menargetkan revisi RTRW nasional selesai pada tahun depan sehingga bisa ditindaklanjuti dengan RTRW Provinsi dan Kabupaten. Setelah itu proyek bandara bisa dilakukan studi kelayakan meskipun saat ini Japan International Cooperation Agency (JICA) sudah merampungkan kajian awalnya.

Menurutnya, RTRW nasional itu digunakan sebagai acuan seluruh sistem tata ruang nasional dan menjadi rujukan pula bagi kabupaten. Terdapat tiga pilar dalam proses RTRW ini yakni pilar pertama teknokratis. Dalam proses penyusunan ini ada sedikitnya 13 ahli berkumpul bersama guna menyusun rencana naskah teknis. Proses kedua yakni partisipasi dengan melibatkan masyarakat. Pada pilar kedua itu, Dadang agak meragukan proses penyusunan RTRW di daerah itu di jalankan dengan utuh dan ber kualitas. Terakhir yakni pilar politik dengan melanjutkan rencana itu di DPRD.

Pada tahap ketiga ini se ringkali ditemukan pelanggaran terhadap RTRW. Pelanggaran RTRW sebetulnya bisa dipidanakan tapi sampai sekarang tak ada penegakan hukum. Bahkan setiap kabupaten dan daerah wajib menempelkan RTRW Kabupaten itu di kecamatan. “Sering, kami rencanakan misal satu kawasan cocok untuk lahan gambut baik daya dukung dan daya tampung, tapi ujung-ujungnya di Kalimantan, itu jadi bandara, di proses politik ini berubah, bagaimana dengan puncak Bogor,” katanya.

Dia sudah membuat perencanaan tata ruang untuk bandara dan pelabuhan bahkan di timur di canangkan tiga bandara internasional tapi belum terealisasi. “Coba mari kita evaluasi apa semua se suai RTRW. Di Bali bus Sarbagita terealisasi karena itu kami awasi sendiri, tapi yang lain bagaimana.”

Dia menuturkan total area yang dibutuhkan untuk Bandara Karawang sekitar 4.000 hektare dan 77% dari rencana lokasi bandara merupakan hutan produksi. Dirjen Perhubungan Udara Ke menterian Perhubungan Herry Bakti S. Gumay mengatakan bandara itu belum diakomodasi di dalam RTRW Jawa Barat dan RTRW Kabupaten Karawang se hingga diperlukan koordinasi intensif dengan para pemangku ke pentingan.

Sebelumnya, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan memproyeksikan proyek pembangunan Bandara Karawang baru bisa dilakukan pada 2018 mengingat banyak pihak yang harus terlibat dalam proyek itu. Dia meminta pihak yang bersemangat dalam membangun bandara itu harus bersabar dan menunggu proses secara normal. “Kalau mau membangun Ban dara Karawang tunggu sampai 2018,” katanya. Dia menyatakan pihaknya tidak akan menggubris rencana percepatan pembangunan Ban dara Karawang oleh pemerintah pusat.

Jurnalis : M Tahir Saleh
Bisnis Indonesia | 29 November 2013 | Hal. 25