Perum Perhutani melakukan kontrak ekspor produksi kayu jati ke Eropa dan China senilai Rp 463 miliar pada tahun ini. Dari jumlah tersebut, 70% atau Rp 324,1 miliar ditujukan ke negara Eropa, antara lain Denmark, sedangkan sisanya ke China.
Demikian diungkapkan oleh Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto setelah penyerahan sertifikat pengelolaan hutan lestari di Rimba Graha, Jalan Pahlawan, Semarang, kemarin. “Di luar negeri, produksi kayu kami digunakan untuk furniture, salah satunya flooring (lantai kayu-Red). Nilai ekspor kayu jati dan kayu lainnya naik 10% dibandingkan dengan 2011,” jelas Bambang.
Setiap meter kubiknya, harga lantai kayu bisa 1.800 sampai 2.400 dolar AS. Kayu jati asal Indonesia diakui di dunia, terlebih kini sudah memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari. Berbeda dari pesaing, pengekspor kayu jati Myanmar yang belum memiliki sertifikat tersebut.
Hingga kini, sudah ada lima Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang mendapatkan sertifikat pengelolaan hutan lestari, yaitu KPH Kendal, Kebonharjo, Cepu, Randublatung, dan Ciamis. Selanjutnya atau menyusul dalam waktu dekat adalah KPH Madiun dan Banyuwangi Utara.
Bambang menegaskan sertifikasi penting karena menjadi salah satu syarat pemasaran kayu ke luar negeri. “Di pasar internasional, produk yang dipasarkan harus memiliki sertifikat. Kami berupaya memenuhi itu, khususnya untuk pasar Eropa yang tergolong sensitif,” jelasnya.
Kepala Perum Perhutani Unit I Jateng Teguh Hadi Siswanto menyatakan unitnya melakukan ekspor produk kayu dan nonkayu pada tahun ini. (J17,H68-29)
SUARA MERDEKA :: 7 Juni 2012, Hal. 4