ANTARAJATIM.COM, TRENGGALEK (19/10/2016) | Perum Perhutani KPH Kediri menggelar sosialisasi penataan kawasan wanawisata Pantai Cengkrong, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Rabu, agar objek wisata itu tetap lestari dan memberikan nilai tambah secara ekonomi kepada masyarakat.
Paparan rencana serta konsep penataan kawasan wisata mangrove di Pantai Cengkrong itu dipimpin langsung oleh Administratur Perhutani KPH Kediri Maman Rosmantika, bertempat di balai pertemuan rumah joglo, Pantai Damas, Desa Karanggandu.
Acara sosialisasi yang dihadiri unsur Muspika Watulimo, pihak ketiga CV Pandu Alam, serta jajaran Perhutani KPH Kediri tersebut dihadiri sedikitnya 105 pedagang yang membuka usaha di kawasan wisata mangrove Pantai Cengkrong.
“Penataan ini bertujuan agar fungsi hutan di kawasan Pantai Cengkrong tetap terjaga, namun di sisi lain manfaat ekonomi bagi masyarakat juga meningkat,” kata Maman saat memulai paparan sosialisasinya di hadapan para pedagang warung wisata.
Menurutnya, kondisi kawasan wanawisata Pantai Cengkrong saat ini sudah sangat semrawut dan cenderung kumuh.
Sebab, kata Maman, warung-warung berdiri secara liar di sepanjang sepadan jalan calon JLS (Jalur Lintas Selatan), di dalam area kawasan wisata mangrove, hingga sepadan Pantai Cengkrong.
Perkembangan warung wisata secara ilegal yang sebagiannya berbentuk bangunan permanen itu menyebabkan kualitas resapan air di lahan yang masih kategori kawasan hutan negara itu jauh menurun, katanya.
Selain itu, pemandangan hutan mangrove menjadi tidak sebagus dua-tiga tahun sebelumnya akibat warung-warung yang menumpuk di sepanjang jalan sehingga menutupi pandangan pengunjung/wisatawan.
“Imbasnya jumlah pengunjung terus menurun. Tren negatif ini jika terus dibiarkan juga berdampak tidak menguntungkan bagi bapak/ibu pedagang di Cengkrong,” katanya.
Karena itu, lanjut Maman, Perhutani mengajak para pedagang yang ada untuk proaktif dan bersinergi dalam penataan kawasan Wanawisata Cengkrong, dengan konsep pembebasan seluruh lahan di sepadan pantai dari warung “encok” liar, relokasi warung wisata dari tepi sepadan JLS, pemindahan rumah ibadah masjid ke zona parkir kendaraan, serta pengembangan kawasan wisata setempat bersama pihak ketiga.
“Kami dibatasi aturan bahwa luasan area di luar fungsi hutan yang bisa dimanfaatkan adalah 10 persen dari total luas kawasan. Jadi kalau di Cengkrong total luasnya adalah 25 hektare, maka yang bisa dikembangkan untuk zona ekonomi, area parkir kendaraan dan bangunan pendukung maksimal sebesar 2,5 hektare,” jelasnya.
Dengan asumsi luas non-zona hijau sekitar 2,5 hektare itu, Maman mengaku tim yang dibentuk Perhutani KPH Kediri sudah menemukan rumusan jumlah warung wisata sebanyak 70-an unit dengan alternatif ukuran masing-masing 3 x 4 meter.
“Tentu tidak semua pedagang yang ada sekarang bisa kami wadahi. Perhutani akan memprioritaskan pedagang yang ber-KTP Desa Karanggandu karena Pantai Cengkrong ada di Desa Karanggandu, dan kedua mereka yang secara ekonomi masuk kategori kurang mampu,” kata Maman.
Terkait penggunaan bangunan warung wisata baru yang rencananya didesain ramah lingkungan, Maman menawarkan konsep kerjasama dengan prinsip ekonomi syariah, dimana pembayaran sewa unit warung wisata dilakukan dengan metode bagi hasil keuntungan usaha sesuai kesepakatan dengan pihak pengembang.
Lebih lanjut Maman menegaskan, penataan kawasan Wanawisata Cengkrong dilakukan langsung oleh tim Perhutani dan dipimpin oleh Wakil Administratur Kediri Selatan, Andi Iswindarto, sementara CV Pandu Alam selaku rekanan Perhutani hanya berperan sebagai pendukung pengembangan kawasan menyangkut investasi.
Sempat muncul beberapa pertanyaan dari pedagang, namun secara keseluruhan mereka menyatakan setuju.
Kapolsek Watulimo AKP Saiful Rohman dalam kesempatan sosialisasi juga mempertegas beberapa poin penjelasan Adm Perhutani KPH Kediri Maman Rosmantika bahwa rencana penataan ulang kawasan akan terus diinformasikan kepada masyarakat pedagang.
Hal itu dimaksudkan supaya pemilik warung berkesempatan untuk mengevakuasi barang serta membongkar sendiri warung-warung wisatanya tanpa ada paksaan dari Perhutani.
“Perhutani sudah menegaskan bahwa konsekuensi dari pembongkaran yang ada tidak ada ganti-rugi. Kenapa begitu, ya karena bangunan yang ada saat ini tidak ada izin. Perhutani tidak pernah mengizinkan pendirian warung apalagi dengan konsep bangunan permanen seperti yang ada,” ujarnya.
Di akhir paparannya, setelah sesi tanya jawab, Maman menyampaikan bahwa penataan ulang kawasan Wanawisata Cengkrong ditarget rampung dalam tempo dua bulan, atau sebelum akhir tahun 2016 sehingga saat libur tahun baru wisatawan bisa menikmati keindahan kawasan konservasi mangrove itu dengan nyaman.
 
Tanggal : 19 Oktober 2016
Sumber : antarajatim.com