Perhutani terus melakukan inovasi terkait pengelolaan hutan di Blora. Tak hanya upaya memperpendek usia pohon jati melainkan juga menemukan tanaman yang cocok dikembangkan di kawasan hutan di Blora.

Kepala Unit I Perhutani Jateng, Teguh Hadi Siswanto, saat pelantikan sejumlah pejabat Perhutani pendopo rumah dinas bupati Blora mengemukakan untuk meningkatkan produktivitas hutan di Blora perlu adanya kajian tentang pemilihan jenis tanaman selain jati. Yakni dengan daur pendek dan cocok dengan kondisi tempat tumbuh di pegunungan kendeng kapur utara. “Hingga kini sedang dilakukan kajian tentang tanaman karet oleh tim Balitbang perkebunan di Salatiga. Cocok apa tidak tanah kapur ditanami karet,” ujarnya.

Di sisi lain, Teguh Hadi Siswanto mengungkapkan inovasi lainnya yang dilakukan Perhutani untuk meningkatkan produktivitas hutan di wilayah Blora adalah dengan melakukan penanam pohon jati yang usianya lebih pendek dibanding jati alam. Jati unggul tersebut pada usia 20 tahun sudah bisa menyamai jati biasa yang usianya 40-60 tahun. “Sehingga usia saat pohon ditebang juga bisa lebih pendek,”  Teguh menyebutkan hutan jati di Blora yang luasnya mencapai 81.809 hektar selama ini telah memberikan kontribusi pendapatan negara dan daerah. Diungkapkan bahwa  setiap tahun sumbangan yang diberikan kepada Blora mencapai Rp 58,5 miliar. Diantaranya berasal dari pajak Rp 21 miliar, pengelolaan sumber daya hutan (PSDH) Rp 17 miliar, sharing produksi Rp 4 miliar dan hasil pangan berupa padi serta jagung melalui Gerakan Peningkatan Produktivitas Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) sebanyak 9.312 ton dengan nilai Rp 16,5 miliar.

 Sumbang Pendapatan Blora Rp 58 Miliar Per Tahun
Luas hutan jati dalam pengelolaan Perum Perhutani di Blora mencapai sekitar 91 ribu hektar.  Dengan luasan hutan jati sebesar  49 persen dari seluruh wilayah Blora (190 ribu hektar), tak mengherankan jika Perhutani memberikan sumbangan pendapatan kepada Blora mencapai Rp 58,5 miliar per tahun.
Demikian dikemukakan Kepala Perum Perhutani Unit I Jateng,  sumbangan pendapatan dari pengelolaan hutan tersebut antara lain berasal dari pajak Rp 21 miliar, pengelolaan sumber daya hutan ({PSDH) Rp 17 miliar, sharing produksi Rp 4 miliar. Selain itu juga hasil pangan berupa padi dan jagung melalui gerakan peningkatan produksi pangan berbasis koorporasi (GP3K) sebanyak 9.312 ton dengan nilai Rp 16,5 miliar. “Penyerapan tenaga kerja juga cukup tinggi. Yakni mencapai 14.600 orang yang terdiri dari karyawan Perhutani sebanyak 1.010 orang dan masyarakat sekitar 13.595 orang,” Di Blora, wilayah hutan jati berada di enam kesatuan pemangkuan hutan (KPH). Yakni KPH Blora, KPH Cepu, KPH Randublatung, KPH Mantingan, KPH Kebonharjo serta KPH Pati. “Wilayah hutan sebagian berada di wilayah lintas kabupaten,” .
Bupati Djoko Nugroho menyambut baik kontribusi yang telah diberikan Perhutani kepada warga Blora. Hanya dia meminta kontribusi tersebut semakin ditingkatkan. Apalagi menurutnya pembangunan ataupun pengelolaan hutan adalah satu tujuan, yakni untuk kesejahteraan rakyat. “Ke depan harus lebih baik lagi, apalagi jika tujuannya untuk kemakmuran rakyat, dan harus diingat juga, kualitas jati terbaik di dunia itu ada di Blora,” ujarnya. ( HMS-RDB )