BISNIS INDONESIA (10/07/2019) | BUMN Kehutanan Perum Perhutani berencana mengembangkan produksi pelet kayu dari tanaman gamal dan kaliandra merah sebagai bahan baku pembangkit listrik energi biomassa.
Denaldy Mulino Mauna, Direktur Utama Perhutani, mengatakan budi daya kedua tanaman itu akan dilakukan di areal kerja Perhutani seluas 122.882 hektare (ha) di Semarang, Jawa Tengah.
Penanaman ini akan dilakukan secara bertahap selama 5 tahun ke depan. “Tahun ini areal yang akan ditanami seluas 20.000 ha,” katanya di Jakarta, Selasa, (9/7).
Denaldy menambahkan, dari luasan tanam 20.000 ha diprediksi produksinya mencapai 52.000 ton/tahun. Namun, jika luas tanam sudah mencapai 122.882 ha, panen akan mencapai 3,05 juta ton/tahun. Dari total panen tersebut, kayu yang dapat dikonversi menjadi pelet kayu sebanyak 2,03 juta ton/tahun.
Investasi budi daya ini dikatakannya akan membutuhkan dana sebesar Rp800 miliar, angka itu mencakup biaya penanaman, bibit, dan panen.
Di sisi lain, kebutuhan pembangunan pabrik pelet kayu di Semarang diproyeksikan menghabiskan investasi perseroan sekitar Rp50 miliar. Pabrik tersebut direncanakan berkapasitas 100.000 ton/tahun dan rencananya mulai beroperasi pada 2021.
Kendati demikian, Denaldy mengatakan pihaknya juga sedang menjajaki kerja sama dengan sejumlah investor untuk untuk pembangunan pabrik pelet kayu baru dengan kapasitas 70.000 ton/tahun.
Denaldy mengaku optimistis potensi industri pelet kayu sangat bagus mengingat jumlah pemain industri ini di tingkat global belum banyak, sehingga ceruk pasarnya masih luas.
Salah satu potensi pasar untuk pelet kayu ini adalah ekspor ke Korea Selatan, yang didukung oleh insentif pengurangan pajak jika industrinya menggunakan energi terbarukan dari biomassa.
Selain Korsel, Denaldy juga mengincar pasar Jepang. “Tahun lalu waktu saya ke Jepang, mereka minta dalam satu tahun Indonesia dapat memproduksi wood pellet sebanyak 1,2 juta ton.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun—3 tahun terakhir permintaan pellet kayu dalam negeri untuk industry pengeringan teh, industry tahu, industri makanan cukup meningkat untuk menggantikan bahan bakar dari gas.
Di sisi lain, Purwadi mengatakan produksi pelet kayu nasional saat ini masih rendah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatatkan produksi peletkayu pada Januari— Mei 2019 sebesar 42.922,26 ton.
Selain produksinya yang rendah, produksi pelet kayu dalam negeri masih sangat sedikit yang menggunakan bahan baku kayu.
“Sebagian besar baru gunakan limbah cangkang sawit. Baru 5 tahun terakhir, tumbuh investasinya berbasis kayu, tapi masih kekurangan bahan baku. Padahal, pelet kayu juga potensial dikembangkan dari limbah kayu alam yang bisa mencapai sekitar 30% dari produksi,” ungkapnya.
Sumber : Bisnis Indonesa, hal 27
Tanggal : 10 Juli 2019