INDOPOS.CO.ID (26/07/2019) | Untuk meningkatkan produktivitas hutan serta mengatasi berbagai permasalahan pengelolaan lahan di Jawa yang disebabkan keterbatasan lahan, konflik penguasaan lahan dan kekritisan lahan, maka perhutanan sosial di wilayah kerja Perum Perhutani merupakan sebuah solusi.

Dalam bentuk akses legal kelola kawasan hutan dalam bentuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di wilayah kerja Perum Perhutani. Serta memberikan pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan (KULIN KK) antara petani dengan Perum Perhutani.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto, mengatakan, sampai dengan bulan Juni 2019 telah dikeluarkan sebanyak 63 SK Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di Pulau Jawa seluas 25.977 Ha kepada 23.113 Kepala Keluarga.

“Dari Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) saat ini terdapat 17 kelompok tani hutan yang memiliki potensi komoditi kayu putih, yaitu antara lain Kabupaten Boyolali, Pati, Blora, Grobogan, dan Bojonegoro,” Bambang saat membuka Workshop Pengembangan Usaha Kayu Putih di Wilayah Kerja Perum Perhutani yang diselenggarakan di Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Menurutnya, pemanfaatan area IPHPS oleh kelompok tani berupa pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Potensi HHBK dan Jasa Lingkungan nilainya lebih besar dari pada kayu.

“Namun belum dikelola secara optimal, potensi HHBK mencapai lebih dari 95 persen dibanding nilai kayu yang hanya 5 persen. Salah satu jenis HHBK adalah minyak kayu putih,” jelas Bambang.

Menurutnya, kebutuhan pasar minyak kayu putih pada saat ini sekitar 4.500 ton pertahun. Namun saat ini pasokannya hanya 2.500 ton pertahun. Bahkan untuk memenuhi kebutuhannya perusahaan mengimpor dari China.

“Dalam rangka memberikan insentif usaha bagi Petani dan Perum Perhutani agar petani mendapatkan manfaat dan mampu mengoptimalkan produktifitas hutan maka diperlukan pembinaan intensif dari Kementerian/Lembaga terkait serta Perbankan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kewirausahaan. Kepastian pasar atau serapan hasil produksi dan akses pembiayaan. Baik itu melalui Badan Layanan Umum (BLU) maupun perbankan dalam bentuk kredit usaha rakyat/KUR kartu tani,” beber Bambang.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk meningkatkan nilai tambah produksi kayu putih di setiap kelompok tani dalam pemanfaatan hutan dan peningkatan kesejahteraannya, perlu kolaborasi para pihak untuk mewujudkan hal tersebut.

Maka diperlukan Workshop Pengembangan Usaha Kayu Putih di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Pihaknya berharap acara tersebut dapat mengkoordinasikan para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk pengembangan usaha kayu putih di wilayah kerja Perum Perhutani.

“Serta merumuskan pengembangan usaha perhutanan sosial komoditi kayu putih di wilayah kerja Perum Perhutani. Serta dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya hutan,” pungkasnya.

Sumber : indopos.co.id

Tanggal : 26 Juli 2019