TRIBUNNEWS.COM (18/06/2019) | Perkembangan objek wisata hutan di kawasan hutan Bandung Utara dipastikan tidak mengganggu sumber daya dan kelestarian hutan, termasuk tidak menghambat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

Hal ini disampaikan Administratur Perhutani KPH Bandung Utara, Komarudin saat menggelar konferensi pers di kantor Perhutani KPH Bandung Utara, Selasa (18/6/2019).

“Hingga sekarang ini, kami menjalankan segala kebijakan sesuai dengan Permenhut Nomor 47 Tahun 2013 tentang pemanfaatan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Adapun pemanfaatnnya itu bisa untuk jasa lingkungan, wisata alam dan lainnya yang tidak mengganggu kelestarian hutan,” katanya.

Sebelumnya diberitakan bahwa Ketua Komunitas Peduli Kawasan Hutan (KPKH), Abah Edy mensinyalir banyak tempat wisata baru yang berdiri di wilayah kawasan hutan menjadi persoalan bagi kelestarian kawasan hutan dan menghambat program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) 2019. Dengan mencontohkan kondisi perkembangn tempat wisata alam di kawasan Cikole.

Komarudin menjelaskan bahwa area pemanfaatan kawasan hutan untuk wisata alam hingga sekarang ini masih sekitar 0,5 persen dari total luas area hutan Bandung Utara yang masuk wilayah kerja Perhutani KPH Bandung Utara yang mencapai 20.560,36 hektare.

Kondisi tersebut, lanjut Komarudin, memastikan bahwa tutupan lahan di hutan Bandung Utara masih sangat terjaga.

“Dalam aturannya, pemanfaatan untuk wisata maksimal 10 persen. Ini satu persen pun masih kurang (baru sekitar 0,5 persen, Red),” jelasnya.

Terkait objek wisata di kawasan Cikole Lembang yang kini menjadi sorotan, Komarudin mengakui bahwa kawasan tersebut sejak lama sudah ditetapkan sebagai cluster wisata oleh Perhutani dengan berbagai alasan.

Di antaranya, kawasannya Cikole merupakan tempat yang strategis karena memiliki jaringan akses jalan yang baik dan dekat dengan tempat wisata Tangkuban Perahu.

Meski demikian, ditegaskannya pemanfaatan kawasan hutan sebagai tempat wisata alamnya tidak lebih dari 10 persen.

“Saya pastikan tidak ada yang menyalahi aturan. Karena di lokasi pun kami menempatkan petugas pengawas. Kami pun pasti akan menghentikan kegiatan pembangunan wisata, jika melebih dari 10 persen dari lahan yang diperbolehkan,” kata Komarudin.

“Kami juga pastikan tidak ada pohon yang ditebang secara sengaja untuk kepentingan objek wisata. Kalaupun ada yang dirobohkan itu sifatnya darurat demi keselamatan jiwa. Itupun tindakannya berdasarkan pertimbangan banyak pihak,” ujarnya menambahkan.

Disebutkan Komarudin, ada banyak manfaat yang didapat dari pemanfaatan hutan menjadi objek wisata. Baik dari sisi ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.

Di antaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, diversifikasi kesempatan berusaha, pengembangan ekonomi wilayah, peningkatan pendidikan masyarakat, dan perubahan orientasi nilai budaya.

“Kami juga tidak menutup mata dampak negatifnya juga ada, seperti banyaknya sampah dan kemacetan lalu lintas. Tapi itu selalu kami upayakan langkah antisipasi dan koordinasi dengan para pihak semaksimal mungkin untuk mengurangi dampak negatif itu,” paparnya.

Secara terbuka, Komarudin juga menjelaskan bahwa hingga sekarang ini ada 33 objek wisata yang dikelola Perhutani KPH Bandung Utara yang sebagian besarnya dikelola bersama masyarakat sekitar hutan, sedangkan sebagian kecilnya kerja sama bersama pihak swasta.

“Kami bekerja sama dengan pihak swasta dengan berbagai alasan, di antaranya karena Perhutani dan LMDH memiliki keterbatasan dalam modal. Selain itu konsep dan pengetahuan tentang pengelolaan wisata pun ternyata pihak swasta lebih baik dan terbukti banyak obyek wisata alam yang dikerjasamakan dengan swasta berkembang baik,” katanya.

Sementara terkait program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) 2019 yang dinilai akan terhambat karena adanya perkembangan obyek wisata alam, Komarudin memastikan bahwa program dari KemenLHK itu tidak terganggu sama sekali dan akan berjalan dengan baik. Terlebih keberadaan kawasan hutan di tempat wisata tetap dilestarikan.

“Saya pastikan fungsi hutan lindung tetap bisa berjalan dengan baik,” katanya.

Keberhasilan RHL ini, kata Komarudin bisa terlihat dalam perkembangannya setiap tahun yang pemeriksaannya dilakukan oleh pihak luar yakni oleh pihak Unwim atau IPB yang ditunuk oleh BPDASHL.

Luas tanaman RHL tahun 2017 hasil pemeriksaan mencapai 316,90 hektare, 198.065 pohon dengan persentase tumbuh rata-rata 97,03 persen. Kemudian luas tanaman RHL tahun 2018 mencapai 211 hektare dengan persentase tumbuh 98 persen.

“Untuk tahun 2019 ini luas lahan yang mencapai 1.033 hektare, luas tanaman hasil RHL-nya tapi belum dilakukan pemeriksaan. Harapannya, tahun 2019 ini bisa meningkat lagi. Namun, untuk mensukseskan program tersebut tentu perlu dukungan dari semua pihak,” katanya.

Sumber : tribunnews.com

Tanggal : 18 Juni 2019