TEMPO.CO (23/11/2017) | Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk hulu, secara keseluruhan menyerap sebanyak 3.300 orang tenaga kerja dari delapan kecamatan dan 27 desa, di Garut, Jawa Barat.
“RHL ini kita lakukan untuk menahan erosi dan run off. Jangan lupa nanti diurus pohonnya. Saya berterima kasih, Jawa Barat selalu dalam suasana ingin memelihara lingkungan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya ketika me-launching rehabilitasi hutan dan lahan, di DAS Cimanuk hulu, kawasan lahan Desa Padaawas, Kecamatan Pasirwangi, Garut, Rabu, 22 November 2017.
RHL untuk memulihkan DAS Cimanuk pascabencana banjir bandang tahun lalu itu dilakukan tiga tahap, yaitu penanaman pohon, penaburan benih melalui udara, dan hutan rakyat agroforesty. “Hari ini, dengan proses yang intensif dan melalui proses panjang, akhirnya kita bisa konsisten melaksanakan upaya-upaya untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai dengan perintah Presiden Jokowi,” ujarnya yang didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan Bupati Garut Rudy Gunawan.
Menurut dia, RHL di kawasan tersebut bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam penanganan hulu sungai yang rusak.”RHL ini bisa menjadi contoh yang baik, saya apresiasi untuk Jabar,” ucapnya.
Dalam RHL antara lain dilakukan penanaman pohon di area seluas 1.064 hektare di kawasan Perhutani dan 100 hektare di kawasan konservasi yang dikelola Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Deddy menuturkan DAS Cimanuk mengalir dari Garut ke Sumedang, Majalengka, dan bermuara di Indramayu. Sungai ini menjadi pemasok air Waduk Jatigede. “Kita harus menjaga sungai ini, jangan sampai terulang kembali seperti kejadian banjir bandang di Garut pada 2016,” katanya. Menurut dia, RHL di hulu sungai Cimanuk merupakan langkah luar biasa dan merupakan perhatian besar Kementerian Lingkungan Hidup terhadap lingkungan di Jawa Barat.
Sementara Rudy berharap RHL dilakukan terus-menerus. “Jangan hanya karena ada bencana Cimanuk. Lingkungan ini memang harus kita pelihara dari hari ke hari,” tuturnya. Menurut Rudy ada 16 kecamatan yang berpotensi banjir bandang. “Itu diakibatkan lingkungan yang tidak bisa menyerap air, sehingga air dengan deras turun ke perkotaan yang ada di bawahnya,” katanya.
Sumber : tempo.co
Tanggal : 23 November 2017