TRIBUNNEWS.COM (12/06/2019) | Pembalakan liar atau ilegal loging menjadi atensi utama bagi Perum Perhutani KPH Malang untuk diberantas.

Wakil Adm Perhutani KPH Malang Wilayah Barat, Agus Ruswanda menjelaskan, pihaknya secara rutin mencegah terjadinya ilegal loging hutan produksi maupun lindung di Malang Raya yang mencapai 90 ribu hektare.

Dikatakan Agus, rata-rata produksi kayu dari wilayah KPH Malang mencapai 15 ribu kubik. Komoditas kayu jati dan sonokeling merupakan komoditas yang punya kualitas.

“Memang di Malang Selatan paling rawan dibandingkan Malang Barat. Kayu yang tumbuh di sana punya kualitas yang bagus seperti kayu jati dan sonokeling,” kata Agus ketika dikonfirmasi, Rabu (12/6/2019).

Agus menerangkan, upaya memberantas ilegal loging disampaikannya dalam kegiatan Konsultasi Publik dan Penerapan Controlled Wood di Aula Sawitri Universitas Kanjuruhan, Rabu (12/6/2019).

Agenda tersebut dihadiri para stakeholder terkait seperti masyarakat, muspika dan muspida beberapa wilayah di Kabupaten Malang. Ia juga menerangkan Patroli petugas lapangan menjadi agenda wajib pihaknya dalam komitmen memberantas pembalakan liar.

“Yang jelas kami terus sampaikan kepada para petugas di sana untuk melakukan patroli. Dan mengajak masyarakat untuk memerangi ilegal loging karena punya dampak kepada lingkungan,” jelasnya.

Di sisi lain, Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Malang Dr Ir Agus Sukarno mengingatkan jika hutan di Malang Raya dibiarkan, tanpa adanya proteksi bisa menimbulkan dampak yang mengerikan.

Seperti halnya, efek jangka panjang yakni banjir, longsor, juga hilangnya rumah tinggal untuk satwa. Selain ilegal loging, konversi lahan juga jadi ancaman.

“Konversi lahan, dari hutan ke fungsi lain juga harus diperhatikan dan dicegah. Secara dampak bukan hanya aspek ekologi saja, juga dampaknya secara ekonomi dan budaya,” jelasnya.

Agus juga menerangkan, ada kawasan dengan nilai konservasi tinggi di wilayah Malang Raya yang wajib di awasi setiap saat.

“Seperti halnya Cagar Alam Pulau Sempu, kondang Merak, dan Coban Talun. Masyarakat harus sadar. Semua elemen harus bertanggung jawab. Pemanasan global seperti saat ini adalah dampak kerusakan ekosistem dan berpotensi membuat alam tidak seimbang,” ujarnya.

Sumber : tribunnews.com

Tanggal : 12 Juni 2019